Etika berdakwah penuh hikmah

THURSDAY, 26 OCTOBER 2017 | 04:58 WIB ARTIKEL, MU'JIZAT AL-QUR'AN

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyeru manusia ke jalan Allah dengan cara yang penuh hikmah dan bijaksana.
Di dalam ayat disebutkan :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya. dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl [16]: 125).
Musthafa Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa menyeru atau berdakwah dengan hikmah adalah dengan perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keraguan.
Dakwah dengan hikmah juga bermakna mengajak dengan ilmu pengetahuan yang berkenan dan bemanfaat, pandai memilih bahan-bahan pelajaran agama yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap jiwa mereka yang diajak, uraian menyentuh jiwa, sehingga tidak merasa berat dalam menerimanya.
Selanjutnya, jika pun dalam dakwah itu  butuh adanya perdebatan dan bantahan, maka hendaknya dilakukan dengan cara yang baik, yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak.
..................................
Adapun hasil dakwah, baik mengingatkan sesama umat sesama maupun memperingatkan kaum yang ingkar, terserah kepada Allah.
Menjadi hak Allah yang Maha Mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang bahagia di antara mereka, dan hal itu telah tercatat di sisi-Nya.
Allah menyebutkan pada ayat:
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya.” (QS An-Nahl : 125).
...................................
Begitulah, tugas seorang Muslim hanyalah menyampaikan, tapi itu pun dengan cara yang penuh hikmah dan pelajaran yang baik. Tidak dengan amarah, hardikan, ujaran kebencian, cacian apalagi laknatan, paksaan dan kekerasan.
Terlebih lagi jika harus melakukan perdebatan, diskusi atau dialog interakif, dengan non-Muslim sekalipun, apalagi sesama Muslim, maka penyampaiannya pun hendaknya dengan sopan, disertai argumen yang benar, penuh motivasi, mencerahkan, memberikan semangat dan menggugah, serta menghargai pendapat pihak lain, tidak dengan emosional,.
Imam Ghazali dalam kitab Ilya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran hendaknya tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya. Namun, mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling menolong dalam mencapai kebenaran.
..................................
Muhammad Abduh menambahkan, hikmah itu menyeru dengan ucapan yang sedikit lafadz akan tetapi memiliki banyak makna atau menggunakan pilihan kata (diksi) dan idiom-idiom penuh makna.
Sehingga dengan hikmah itu menghilangkan keraguan ataupun kesamaran orang yang diajak. Jika berargumentasi ingin menang sendiri, meniadakan pendapat pikiran lain, bahwa orang lain juga berhak berpendapat dan berkeyakinan. Apalagi kalau yang didikusikan itu soal sosial, pendidikan, bahasa dan sejenisnya. Benar-benar harus terbuka ruang dengar pendapat pihak lain. Apalagi ini bukan kebenaran mutlak.
................................
Bil hikmah disejajarkan dengan mau’udzah hasanah, yakni mengandung makna dakwah hendaknya berisi nasihat, bimbingan dan pengajaran, kisah-kisah untuk pembelajaran, kabar gembira dan peringatan serta pesan-pesan positif.
Pepatah komunikasi dakwah mengatakan “Dari hati akan sampai ke hati, sementara dari emosi akan sampai pada kepalan tangan (bertengkar)”.
Imam Al-Nasafi memberikan penjabaran etika dakwah dalam arti, jika harus berbantahan pun mestilah dengan jalan sebaik-baiknya, dengan perkataan yang lunak, baik lisan ataupun tulisan, lemah lembut, menggunakan perkataan yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran.
Dakwah yang disampaikan juga tidak  dengan perkataan yang kasar, menghujat apalagi menggugat, tidak menunjukkan kesombongan, meremehkan orang lain, tidak diiringi dengan kebencian (hasud), tidak mengadu domba serta tidak mencela pendapat orang lain.
Perlu terus diupayakan bagi para kader dakwah untuk terus dan terus meningkatkan ilmu pengetahuannya, memperbaiki akhlaq dan kepribadiannya, meningkatkan kompetensi komunikasinya, pilihan kata-katanya serta menjaga niatnya semata mencari kebenaran dan ridha Allah.
................
Selengkapnya di:
http://www.mirajnews.com/2017/10/etika-berdakwah-penuh-hikmah.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah teory analisis framing

AYAH

MENELADANI SIFAT-SIFAT PARA NABI DAN ROSUL DEMI KEMULIAAN HIDUP