makalah ulumul quran (definisi ,macam macam dan status hukum mutlaq dan muqoyyad)
ULUMUL QUR’AN
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Ahmad Sholeh .

Disusun oleh :
Ika Melati Yulistiani
Hikmah Ding
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI) AL-FATAH
FAKULTAS KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM PROGRAM S-1
CILEUNGSI-BOGOR
2016-2017
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan
Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan Makalah Ulumul Qur’an yang berjudul “Definisi mutlaq
& muqoyyad , macam-macam mutlaq & muqoyyad serta status hukum
masing-masing”
Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan
panutan bagi umat Islam di dunia yang beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan
para keluarga dan sahabat yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman terang-benderang “Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban
risalah mulia yang selalu mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan
“Al-Qur‟an” sebagai pedoman sekaligus sumber hukum.
Penyusun sadar bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penyusun harapkan, demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga amal
kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan selalu ada dalam rahmat dan
ampunannya, Aamiin.
cileungsi, 27 januari
2018
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.....................................................................................
i
DAFTAR ISI
....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
...............................................................................
1
B. Rumusan
Masalah
.......................................................................... 2
C. Tujuan
............................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mutlaq & Muqoyyad
.............................................................. 3
B. Macam -
macam Mutlaq & Muqoyyad
.......................................... 7
C. Status hukum masing -
masing
..................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
........................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Didalam pembahasan usul fiqih merupakan kaidah yang penting untuk
mempelajari ilmu fiqih, banyak topik-topik yang menjadi bahasan dalam ilmu usul
fiqih seperti: amar,nahi,’am,khos ,mujmal ,mutlak ,muqoyyad dan lain sebagainya
.
Didalam pembahasan tentang
muqoyyad dan mutlak merupakan hal yang paling terpenting untuk dijelaskan karna
seseorang yang tidak mengerti akan perbedaan dari masing-masing keduanya
sehingga seseorang yang belajar ilmu fiqih dan dia tidak mengerti akan
perbedaan dari muqoyyad dan mutlak akan terjadi kesalahfahaman dalam
mengartikan sebuah ayat atau kitab lainya.
Hukum lafad mutlak dan muqoyyad
merupakan pembahasan yang sangat penting seperti halnya seseorang yang memahami
hadis yang berbunyi ”seseorang yang membunuh orang mu’min secara tidak
disengaja maka dia harus memerdekakan hamba sahaya ” di hadis ini banyak
seseorang yang keliru pemahaman karena dia tidak memahami makana dari muqoyyad
dan mutlak .sehingga mereka memahami hamba sahaya yang mutlak artinya baik
hamba yang kafir atau yang islam ,sebenarnya pada keterangan tersebut dibatasi
artinya hamba sahaya yang muslim.
Dan di dalam pembahasan usul fiqih yang banyak terjadi kesalahfahaman
itu terletak pada pembahasan muqoyyad dan mutlak .memang pembahasan tersebut
sangat sulit sehingga seseorang dalam memahami ayat tidak cukup mamahami secara
dohir saja akan tetapi harus mengetahui tentang muqoyyad dan mutlak atau
memahami tafsiran ayat tersebut.
Karena merupakan masalah yang
urgen dan berimplikasi serius maka penulis akan menuangkan seberkas makalah
yang menerangkan tentang” muqoyyad dan mutlak” sehingga bisa dibuat pedoman
oleh seluruh umat islam khususnya orang yang mempelajari ilmu fiqih.agar
terjadi kesalah fahaman dalam mengartikan suatu ayat alqur’an atau kitab yang
lainya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan
masalah sebagai berikut;
a. Apa
pengertian Mutlaq & Muqoyyad?
b. Apa macam –
macam Mutlaq & Muqoyyad?
c. Bagaimana
status hukumnya masing – masing ?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
a. Mengetahui
pengertian Mutlaq & Muqoyyad
b. Mengetahui
macam – macam Mutlaq & Muqoyyad
c. Mengetahui Bagaimana
status hukumnya masing – masing
BAB
II
PEMBAHASAN
MUTLAQ DAN MUQOYYAD
A.
Definisi Mutlaq & Muqoyyad
Mutlaq
menurut bahasa adalah lepas tidak terikat,sedangkan menurut ushul fiqih adalah
suatu lafadz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu tanpa dibatasi oleh
lafadz lainnya. Misalnya: kata “meja”, “rumah”, “jalan”, kata-kata ini memiliki
makna mutlak karena secara makna kata-kata tersebut telah menunjuk pada
pengertian makna tertentu yang telah kita pahami, dan tidak dibatasi oleh
kata-kata lain.
Para
ulama ushul fiqh memberikan definisi mutlaq dengan berbagai definisi. Namun,
semuanya bertemu pada suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan mutlaq ialah
suatu lafadz yang menunjukkan hakikat sesuatu tanpa pembatasan yang dapat
mempersempit keluasan artinya. Contoh dalam al qur’an yang berhubungan kifarat
zhihar :
"Maka
(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur.”(QS.Al-Mujaadilah : 3)
والذين يظهر ون من نسائهم ثم
يعودون لماقالوافتحريرقبل ان يتماسا ذلكم توعظونه والله بما تعلمون غبير
Kata
raqabah (hamba sahaya) dalam ayat di atas mencakup budak secara keseluruhan
(mutlak). Cakupan kata ini tidak terbatas pada satu budak tertentu. Kata ini
tidak pula mensyaratkan agama budak tersebut. Jadi, bisa budak mukmin atau
budak kafir.
Muqayyad
menurut bahasa adalah tidak terlepas yakni terikat,sedangkan menurut ushul
fiqih adalah lafadz yang menunjukan pada makna tertentu dengan batasan kata
tertentu. Misalnya: ungkapan meja menjadi “meja hijau”, rumah menjadi “rumah
sakit”,jalan menjadi “jalan raya”. Kata-kata rumah, jalan dan meja ini sudah
menjadi muqayyad karena menunjukan pada pengertian/makna tertentu dan dikaitkan
atau diikatkan dengan kata lainnya.
Para
ulama juga memberikan definisi
Muqayyad dengan berbagai definisi. Namun, semuanya bertemu pada
suatu pengertian, yaitu suatu lafadz yang menunjukkan hakikat sesuatu yang
dibatasi dengan suatu pembatasan yang mempersempit keluasan artinya.
Contoh
dalam al qur’an misalnya kata raqabah yang telah dibatasi dengan kata mu’minah
sehingga menjadi “raqabah mu’minah” mengenai kifarat pembunuhan yang berbunyi :
“Dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman.”(QS.An-Nisa’ : 92)
Kata
budak mukmin (raqabah mu’minah) dalam ayat di atas tidak sembarangan hamba
sahaya, tetapi hanya hamba sahaya yang beriman.
Dalam sumber lain yang
dikutip dari jurnal di Academia.edu di katakana juga bahwa Mutlaq ialah lafaz
yang menunjukkan sesuatu yang tidak dibatasi oleh suatu batasan yang akan
mengurangi jangkauan maknanya secara keseluruhan. Contohnya فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ . kata yang digaris bawahi adalah kata mutlaq. Artinya
mencakup budak secara mutlaq.
Sedangkan Muqayyad
adalah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang sudah dibatasi baik oleh sifat,
syarat, dan ghayah. Contohnya فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَة. Kata budak dalam ayat ini tidak
lagi bersifat mutlaq karena sudah dibatasi oleh kata mukmin.
Dan penjelasan menurut
buku usul fiqih yang di tulis oleh A.Hanafie
bahwa mutlaq ,ialah suatu lafadz yang menunjukan sesuatu hal atau barang
dan orang yang tidak tertentu (syai’ah) tanpa adanya ikatan (batasan) yang
tersendiri berupa perkataan.
Sedangkan muqoyyad ,
ialah suatu lafadz yang menunjukkan sesuatu hal atau barang dan orang yang
tidak tertentu (syai’ah) dengan adanya ikatan (batasan) yang tersendiri berupa
perkataan.[1]
Dalam memberikan definisi kepada Mutlak dan Muqoyyad
terdapat rumusan yang berbeda , namun
saling berdekatan :
1. Muhammad al-Khudhari Beik
memberikan definisi:
Mutlak adalah lafadz yang memberi petunjuk terhadap satu
atau beberapa satuan yang mencangkup tanpa ikatan yang terpisah secara lafdzi.
2. Al-Amidi memberikan definisi:
Mutlak adalah lafadz yang memberi petunjuk kepada madlul{
yang diberi petunjuk} yang mencangkup dalam jenisnya.
3. Abu Zahrah memberikan
definisi:
Mutlak adalah lafadz yang memberikan petunjuk terhadap
maudhu’nya {sasaran penggunaan lafadz}
tanpa memandang kepada satu,banyak atau sifatnya tetapi memberikan petunjuk
kepada hakikat sesuatu menurut apa adanya .
Dengan membandingkan
definisi-definisi tersebut jelaslah bahwa Mutlak adalah lafadz yang mencangkup pada jenisnya tetapi
tidak mencakup seluruh afrad didalamya.
Disinilah letak perbedaan lafadz Mutlak dan lafad ’Am, Meskipun terdapat istilah meliputi
afradnya.
Dari segi cakupanya juga, dapat dikatakan bahwa mutlak itu sama
dengan nakirah yang disertai dengan tanda-tanda keumuman suatu lafadz, termasuk jama’ nakirah yang belum
diberi qoyyid { ikatan }.contohnya dalam firman allah yang berbunyi:
Artinya: seseorang yang mendihar
istri-istri mereka kemudian dia hendak menarik kembali apa yang diucapkanya
maka wajib baginya memerdekakan seorang budak sebelum suaminya itu bercampur.
Lafadz “ Raqobah” yang berarti hamba sahaya
itu adalah mutlak disamping afradnya banyak juga tidak dibatasi untuk afrad manapun
. lafad mutlak yang meliputi sejumlah afrad adalah sama dengan lafadz yang ‘Am. Namun diantara keduanya
terdapat perbedaan yang prinsip. Lafadz
‘Am itu umumnya bersifat syumuli {meliputi}. Sedangkan keumuman dalam lafadz Mutlak bersifat badali {mengganti}.
Umum yang bersifat syumuli itu adalah kulli {keseluruhan } yang berlaku atas
satuan-satuan , sedangkan ‘am badali adalah kulli dari segi tidak terhalang
untuk menggambarkan terjadinya kebersamaan ,tetapi tidak menggambarkan untuk
setiap satuan-satuan ,hanya menggambarkan satuan yang meliputi.
Muqoyyad
{ yang diikatkan kepada sesuatu} yaitu
lafadz yang
menunjukkan hakikat sesuatu yang diikatkan kepada lafadz itu sebagai suatu sifat. Contoh lafadz hamba sahaya yang beriman. kata beriman dalam lafadz tersebut, disebut sebagai qoyid dalam bentuk sifat. Ada
juga dalam bentuk syarat, seperti dalam firmanya allah:
ايام
ثلاثة فصيام يجد لم فمن
Artinya: “barang siapa yang yang tidak memperoleh
{hamba sahaya } hendaknya puasa tiga hari”.
Bolehnya berpuasa hari itu
dikaitkan dengan syarat dapat memperoleh hamba sahaya yang akan dimerdekakan.
Kemudian ada qoyyid yang
berbentuk ghoyah {batasan} seperti firmanya allah dalam surat al-baqoroh :
Yang Artinya:
kemudian sempurnakan puasa sampai malam hari.
Perbedaan antara mutlak dan
muqoyyad itu adalah mutlak menunjukkan kepada hakikat sesuatu tanpa ada suatu keterangan yang
mengikatnya dan tanpa memperhatikan satuan serta jumlah. sebagaimana firman allah dalam surat al-Mujadalah 3:
dijelaskan bahwa Lafadz ”roqobah” yang berarti hamba sahaya
dalam ayat ini disebutkan secara mutlak karena tidak diiringan oleh sifat
apapun.Pengertian ayat ini berarti harus memerdekakan hamba sahaya dalam bentuk
apapun .jadi hanya menuntut memerdekakan yang bernama hamba sahaya .Sedangkan
muqoyyad ,menunjukkan pada hakikat sesuatu tetapi memerhatikan beberapa hal
,baik jumlah, sifat dan keadaan. Hal,sifat dan keadaan atau kuantitas yang
menyertai muqoyyad itulah disebut qoyid.
Bila suatu hukum datang dalam
bentuk mutlak ,maka hukumnya diamalkan berdasarkan kemutlakanya. Demikian pula
apabila hokum datang dalam bentuk muqoyyad ,maka hukum itu diamalkan menurut
qoyyid yang menyertainya seperti dalam contoh diatas .dalam hal ini tidak ada
yang berbeda pendapat dikalangan ulama’.
Namun adakalanya hukum itu datang dengan bentuk mutlak
dalam suatu nash hukum dan datang pula dalam bentuk muqoyyad dalam nash hukum yang lain.
B. Macam-
macam Mutlak dan Muqayad dan Setatus Hukum Masing-maisng
Mutlak dan Muqayad memiliki bentuk aqliyah dan
sebagai realitas bentukya kami kemukakan berikut ini:
Sebab dan hukumnya
sama, sepertu “puasa” untuk kafarah sumpah.
1.
Lafadh yang mutlaq tetap pada ke mutlaqannya, selama tidak ada dalil yang
meng-qayyid-kannya (membatasinya). Jadi terdapat dalil yang memberi batasan
(qayyid) maka dalil itu dapat mengalihkan ke mutlaqannya dan menjelaskan
pengertiannya. Contohnya, pada Al-Qur'an Surat An Nisa’ ayat 11,
يوصيكم
الله في اولادكم للذكثل حظ الانثيين فان كن نساءفوق اثنتين فلهن ثلثاماترك وان
كانت واحدة فلهالنصف ولابويه لكل واحدمنهاالسدس مماترك ان كان له ولد فان لم يكن
له ولدوورثه ابوه فلامه الثلث فان كان له اخوةفلامه السدس من بعد وصية يوصي
بهااودين اباؤكم وابناؤكم لاتدرون ايهم اقرب لكم نفعا فريضة من الله ان الله كان
عليما حكيم
“ Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisa’ : 11)[2]
“(Pembagian harta pusaka) tersebut sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat dan sesudah dibayar hutangnya.” Wasiat yang
dimaksud dalam ayat diatas bersifat muthlaq, tidak dibatasi jumlahnya,
minimal-maksimalnya, kemudian wasiat tersebut diberi batasan oleh nash hadis
yang menegaskan bahwa, “Tidak ada wasiat lebih dari sepertiga harta pusaka.”
Oleh sebab itu maka wasiat dalam ayat diatas menjadi tidak muthlaq lagi dan
pasti diartikan dengan “wasiat yang kurang dari batas sepertiga dari harta
pusaka.”
2. Sebab dan hukumya sama, maka pengetian
lafazh muthlaq dibawa ke kepada makna muqayyad. Contohnya pada Al-Qur'an Surat
Al-Maidah ayat 3:
حرمت عليكم الميتةوالدم والحم
الخنزير
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah
dan daging babi.” (QS. Al Maidah : 3) Lafazh “darah” pada ayat diatas adalah
muthlaq tanpa ada batasan. Pada Al-Qur'an Surat Al-An’am ayat 145,
قل لااجدفيمااوحي الي محرماعلى
طاعم يطعمه الاان يكون ميتة اودمامسفوحااولحم خنزير
“Katakanlah,
‘Tidaklah aku peroleh dalam apa apa yang diwahyukan kepadaku (tentang) suatu
(makanan) yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi.” (QS. Al An’am :
145) [3]
Lafazh
“darah” pada ayat ini bersifat muqayyad karena dibatasi dengan lafazh “yang
mengalir.” Karena ada persamaan hukum dan sebab, maka lafazh “darah” yang
tersebut pada QS Al Maidah ayat 3 yang muthlaq wajib dibawa (diartikan) ke
muqayyad, yaitu “darah yang mengalir.”
3. hukum dan sebabnya berbeda. Dalam hal ini
masing-masing mutlaq dan muqaiyad tetap pada tempatnya sendiri. Muqaiyad tidak
menjadi penjelasan mutlaq.
Contoh ayat mutlaq:
السارق والسارقة فا
قطعواايديهما
“ pencuri
lelaki dan perempuan potonglah tangannya”
Contoh
muqoyyad :
“ wahai
orang orang mu’min ,apabila kamu hendak shalat, hendaklah kamu basuh mukamu dan
tanganmu sampai siku “.
(QS. AL-MAIDAH : 6)
Penjelasan:
Ayat 6
al - maidah yang muqoyyad tidak bias menjadi penjelasan ayat 38 al - maidah
yang mutlak, karena berlainan sebab, yaitu hendak shalat dan pencurian, karena
berlainan pula dalam hukum, yaitu wudhu dan pemotongan tangan. Dalam hal ini
hadi nabi saw lah yang menjadi penjelasan ayat 38 al – maidah , karena
pembicaraanya sebab dan hukumnya sama.
4.
berbeda hukum tetapi sebabnya sama. Dalam hal ini masing masing mutlaq dan
muqoyyad tetap pada tempatnya sendiri .
Contoh
mutlaq:
“tayamum
ialah sekali mengusap debu untuk muka dan kedua tangan”. (hadist riwayat Ammar)
Contoh
muqoyyad:
“
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku “.
(Qs. Al maidah : 6)
Penjelasan:
Ayat 6
al maidah tersebut yang muqoyyad tidak bias menjadi penjelasan hadis yang
mutlaq, karena berbeda hukum , yang di baca rakan , yaitu wudhu pada ayat 6 al
maidah dan tayamum pada hadis . meskipun sebabnya sama yaitu hendak shalat atau
karena hadas (tidak suci).
5.
berisi hukum yang sama tetapi berlainan sebabnya. Dalam hal ini ada dua
pendapat :
a.
Menurut golongan syafi’I, mutlaq
dibawa kepada muqoyyad.
b.
Menurut golongan hanafiyah dan
malikiyah, mutlaq tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa kepada muqoyyad.[4]
Membawa
Hukum Mutlaq kepada Muqayyad
Apabila
nash hukum datang dengan bentukmutlaq dan pada sisi yang lain dengan
bentukmuqayyad, maka menurut ulama ushul ada empat kaidah di dalamnya,
yaitu:
Jika
sebab dan hukum yang ada dalammutlaq sama dengan sebab dan hukum yang ada
dalam muqayyad. Maka dalam hal ini hukum yang
ditimbulkan oleh ayat yangmutlaq tadi harus ditarik atau dibawa kepada
hukum ayat yang berbentuk muqayyad.
Contoh:
a)
Ayat mutlaq:
Surat
al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan, yaitu:
(المائدة:3) الْخِنْزِيرِ
وَلَحْمُ وَالدَّمُ الْمَيْتَةُ عَلَيْكُمُ حُرِّمَتْ
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi…”
Ayat ini
menerangkan bahwa darah yang diharamkan ialah meliputi semua darah tanpa
terkecuali, karena lafadz “dam” (darah) bentuknya mutlaq tidak diikat
oleh sifat atau hal-hal lain yang mengikatnya.
Adapun
sebab ayat ini ialah “dam” (darah) yang di dalamnya mengandung
hal-hal bahaya bagi siapa yang memakannya, sedangkan hukumnya adalah haram.
b)
Ayat Muqayyad:
Surat al-An’am ayat 145, dalam masalah yang sama yaitu “dam” (darah)
yang diharamkan.
“Katakanlah:
“Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir”.[5]
Lafadz “dam” (darah)
dalam ayat di atas berbentuk muqayyad, karena diikuti
olehqarinah atau qayid yaitu
lafadz “masfuhan”(mengalir). Oleh karena itu darah yang
diharamkan menurut ayat ini ialah “dam-an masfuhan” (darah
yang mengalir).
Sebab
dan hukum antara ayat al-An’am ayat 145 ini dengan surat al-Maidah
ayat 3 adalah sama yaitu masalah darah yang diharamkan.
Berdasarkan
kaidah bahwa “Apabila sebab dan hukum yang terdapat dalam ayat yang mutlak
sama dengan sebab dan hukum yang terdapat pada ayat yang muqayyad, maka
pelaksanaan hukumnya ialah yang mutlak dibawa atau ditarik kepada muqayyad.”
Dengan demikian hukum yang terdapat dalam ayat 3 surat al-Maidah yakni darah
yang diharamkan harus dipahami darah yang mengalir sebagaimana surat
al-An’am ayat 145.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mutlaq
adalah suatu lafadz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu tanpa
dibatasi oleh lafadz lainnya. Contoh: lafadz ” hamba sahaya/ raqabah ”.
Muqayyad adalah lafadz yang menunjukan pada makna tertentu dengan batasan kata
tertentu. Contoh: ” hamba sahaya yang mukmin/ raqabah mu’minah” yang berarti
budak mukmin bukan budak lainnya.
Kaidah
Mutlaq adalah Lafadz mutlaq tetap dalam kemutlakannya hingga ada dalil yang
membatasinya dari kemutlakan itu, sedangkan Kaidah Muqayyad adalah Wajib
mengerjakan yang Muqayyad kecuali jika ada dalil yang membatalkannya.
Hukum
lafal mutlaq dan muqayyad jika bertemu ada 4 bagian yaitu:
a) Sebab
dan hukum sama, maka Mutlaq ditarik ke Muqayyad.
b) Sebab
dan hukum berbeda, maka Mutlaq tidak ditarik ke Muqayyad.
c) Sebab
sama, tapi hukum berbeda, maka Muqayyad dan Mutlaq berdiri sendiri
d) Sebab
berbeda, tapi hukum sama, maka menurut golongan Syafi’i Mutlaq ditarik ke
Muqayyad., sedangkan menurut golongan HanafiyahMuqayyad dan Mutlaq berdiri
sendiri.
Menurut kesepakatan jumhur
bahwa ayat mutlaq dibawa kepada ayat muqayyad jika
sebab dan hukum keduanya sama. Hukum mutlaq dan muqayyad selama
tidak ada hubungan keduanya, keduanya berjalan sendiri-sendiri. Ayat mutlaq dipahami
sesuai dengan kemutlaq-annya, sedang yang muqayyad dipahami
sesuai dengan kemuqayyadannya.
Apabila salah satu dari
sebab atau hukumnya saja yang sama, maka ayat yangmutlaq tetap
tidak bisa dibawa atau dipahami kepada yang muqayyad. Perlu
bagi seorang mujtahid sebelum beristimbat untuk mengetahui lebih dulu apakah
ayat tersebut termasuk ayat yang mutlaq ataupun muqayyad.
KRITIK
DAN SARAN
Jadikanlah
makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber-sumber Islam (Mutlaq
dasn Muqayyad) demi terwujudnya dan terciptanya tatanan umat (masyarakat) adil
dan makmur. Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka
dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dan konstruktif demi
kesempurnaan penulisan makalah.
Adapun saran kami
sebagai penyaji makalah kepada para pembaca ialah untuk tetap mencari
referensi-referensi yang lain yang menyangkut dalam pembahasan ini, di
karenakan makalah ini hanya garis-garis besar saja dan
hanya sebagian referensi buku yang kami jadikan, sehingga makalah
ini tercipta sederhana. Yang akan di kwatirkan para pembaca kurang memahami
yang lebih dalam lagi . dan apa bila buku ini bermamfaat dan bisa menjadi
pegangan sehari-hari, itu datang nya dari Allah Swt, dan apabila di dalam
makalah ini terdapat banyak kekurangan itu datangnya dari pemakalah sendiri.
Terimakasih ....
DAFTAR PUSTAKA
·
Alqur’an nul karim
·
Shidiq,
Sapiudin. (2011). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
·
Abu Zahrah,
Muhamad. (2013). Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
·
Effendi, Satria,
dan Zein, M. (2005). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
·
Khalaf, ‘Abd al-Wahâb. 1978. ‘Ilm
Ushûl alFiqh. t.pn.: Maktabah al-Da’wah al-Islâ- miyyah.
·
Khudlarî Bik, Syaikh Muhammad al-.
1988. Ushûl al-Fiqh. Beirut: Dâr al-Fikr.
Komentar